Selasa, 31 Maret 2015

PENINGGALAN SEJARAH KERAJAAN ISLAM DI INDONESIA


Banyak sekali peninggalan-peninggalan kerajaan-kerajaan Islam di Indonesia yang membuktikan bahwa Islam masuk ke Indonesia, dan menjadi kerajaan-kerajaan. Kerajaan- Kerajaan tersebut memiliki bendera dan lambang masing-masing berikut contohnya.

1. Samudera Pasai

Terletak di Lhokseumawe, Aceh, Kerajaan Samudera Pasai merupakan Kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berdiri pada abad ke-13 dengan raja pertamanya yaitu Meurah Silu yang bergelar Sultan Malik As-Saleh. Masa kejayaan Samudera Pasai adalah pada saat diperintah oleh Sultan At-Tahir II dengan bukti, Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan dan penyebaran Agama Islam. 

Pada tahun 1510-1530, Portugis datang dan menguasai Samudera Pasai. Para pedagang Islam mencari pelabuhan baru yaitu Aceh. Peninggalan sejarah Kerajaan Samudera Pasai adalah Babad Tanah Jawi, Dinar Saudera Pasai, Hikayat Raja-raja Pasai, Lonceng Cakra Donya, dan makam Sultan Malik as-Saleh

2. Kerajaan Aceh

Kerajaan aceh terletak di tepi Selat Malaka yang berpusat di Kotaraja, Banda Aceh. Berdiri pada abad ke-16 dengan raja pertama Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528). Raja terkenal dari Aceh yang membawa ke zaman keemasan adalah Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Ia berhasil menaklukan Johor, Pahang dan Kedah. Sepeninggal Sultan Iskandar Muda, digantikan Sultan Iskandar Tsani.

Peninggalan sejarah kerajaan Aceh adalah Taman Sari Gunongan, Masjid Tua Indrapuri, Benteng Indrapatra, Pinto Khop, Meriam Kesultanan Aceh, Hikayat Prang Sabi, makam Sultan Isakandar Muda, Masjid Baiturrahman, singgasana Sultan Aceh, lukisan raja-raja dan koin emas. 


3. Kerajaan Demak

Kerajaan Demak Kerajaan Demak terletak di muara Sungai Bintoro, Demak, Jawa Tengah. Berdiri pada abad ke-16 dengan raja pertama Raden Patah (Panembahan Jimbun atau Pate Radim). Demak mengalami kejayaan pada masa Sultan Trenggono. Sepeninggal Sultan Trenggono, Kerajaan Demak kacau karena adanya perebutan kekuasaan. Akhirnya, menantu Sultan Trenggono yaitu Adiwijaya (Jaka Tingkir) berkuasa di Demak. Sejak itu pusat pemerintahan dipindahkan ke Pajang pada tahun 1568.

Peninggalan sejarah Kerajaan Demak, antara lain Masjid Agung Demak yang didirikan tahun 1478 oleh Walisongo, saka tatal (Tiang masjid), bedug dan kentongan, pintu bledeg atau petir buatan Ki Ageng Selo, dampar kencana (tempat duduk raja) dan piring Campa 61 buah, pemberian Ibu Raden Patah yaitu Puteri Campa.

4. Kerajaan Banten

Setelah meninggalnya Trenggono, Banten yang sebelumnya bagian dari Kerajaan Demak, mulai melepaskan diri dan menjadi kerajaan yang mandiri. Maulana Yusuf anak dari Maulana Hasanuddin, naik tahta pada tahun 1570 melanjutkan ekspansi Banten ke kawasan pedalaman Sunda dengan menaklukkan Pakuan Pajajaran tahun 1579. Pada masa Sultan Ageng Tirtayasa bertahta pada tahun 1651-1682 dipandang sebagai masa kejayaan Banten.

Kerajaan Banten resmi dihapuskan tahun 1813 oleh pemerintah kolonial Inggris. Pada tahun itu, Sultan Muhammad bin Muhammad Muhyiddin Zainussalihin dilucuti dan dipaksa turun tahta oleh Thomas Stamford Raffles. Peristiwa ini merupakan pukulan pamungkas yang mengakhiri riwayat Kesultanan Banten. Peninggalan Kerajaan Banten adalah Benteng speelwijk, Danau Tasikardi, Keramik, Lukisan, Masjid Agung Banten, Meriam Ki Amuk, Pengindelan emas, dan senjata.

5. Kerajaan Cirebon

Pada awalnya, Cirebon adalah sebuah dukuh kecil yang dibangun oleh Ki Gedeng Tapa. Demikian dikatakan oleh serat Sulendraningrat, yang mendasarkan pada naskah Babad Tanah Sunda. Lama-kelamaan Cirebon berkembang menjadi sebuah desa yang ramai yang diberi nama Caruban. Pada masa Syarif Hidayatullah yang dikenal dengan sunan Gunung Jati, Cirebon mencapai puncak kejayaannya.

Keutuhan Cirebon sebagai satu kerajaan hanya sampai pangeran Giriliya. Sepeninggalnya, sesuai dengan kehendaknya sendiri, Cirebon diperintah oleh dua orang putranya, Martawijaya atau Panembahan Sepuh dan Kartawijaya atau Panembahan Anom. Peninggalan Kerajaan Cirebon adalah Keraton Kacirebonan, Keraton Kanoman, Keraton Kasepuhan, Kereta Paksi Naga Lima, Kereta Singa Barong Kasepuhan, Makam Sunan Gunung Jati, dan Masjid Sang Cipta Rasa.

 6. Kerajaan Ternate

Semula di Maluku terdapat 4 buah kerajaan yaitu Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo. Antara ke 4 kerajaan itu selalu terjadi perselisian untuk memperebutkan daerah penghasil rempah-rempah. Raja Ternate yang pertama-tama menganut agama Islam ialah Sultan Marhum (1465 - 1486). Sejak itu Ternate menjadi pusat Islam di Maluku. Di bawah pemerintah Sultan Baabullah, Ternate mengalami kebesarannya.

Sepeninggal Baabullah pada tahun 1583, tahta jatuh ketangan putranya Sahid Barkat. Kebesaran Ternate mulai suram, karena menghadapi tekanan yang berat dari Spanyol di sebelah utara dan VOC di sebelah selatan.Peninggalan Kerajaan Ternate adalah Al-Qur’an dari kulit kayu, Benteng Belgica, istana sultan Ternate, Masjid Sultan Ternate, dan Singgasana.

7. Kerajaan Tidore

Semula di Maluku terdapat 4 buah kerajaan yaitu Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo. Antara ke 4 kerajaan itu selalu terjadi perselisian untuk memperebutkan daerah penghasil rempah-rempah. Pada tahun 1495 M, Sultan Ciriliyati naik tahta dan menjadi penguasa Tidore pertama yang memakai gelar sultan. Masa kejayaan Tidore terjadi pada era Sultan Nuku, sistem pemerintahan di Tidore telah berjalan dengan baik. Saat itu, sultan (kolano) dibantu oleh suatu Dewan Wazir, dalam bahasa Tidore disebut Syara, adat se nakudi.

Seiring dengan masuknya kolonial Eropa, agama Kristen juga masuk ke Tidore. Namun, karena pengaruh Islam yang sudah begitu mengakar, maka agama ini tidak berhasil mengembangkan pengaruhnya di Tidore. Peninggalan Kerajaan Tidore adalah Keraton Tidore, dan Benteng Spanyol Di Tidore.

8. Kerajaan Gowa – Tallo


Sultan Alauddin dengan nama asli Karaeng Ma’towaya Tumamenanga ri Agamanna. Ia merupakan Raja. Gowa Tallo yang pertama kali memeluk agama Islam yang memerintah dari tahun 1591–1638. Dibantu oleh Daeng Manrabia (Raja Tallo) bergelar Sultan Abdullah.

Peninggalan kerajaan Gowa – Tallo adalah Benteng Ujung Pandang (Fort Rotterdam), Batu Pallantikan, Batu Tamalate, Nisan-nisan yang bercorak seni dan kaligrafi, Mesjid Katangka, Makam Syekh Yusuf, dan Benteng Sumba Opu.

9. Kerajaan Bone

Pada tahun 1910 Bone secara resmi masuk Islam, pada masa pemerintahan Raja Bone XIII yaitu La Madderemueng (1631-1644) mulailah Kerajaan Bone berbenah diri dengan melaksanakan hukum Islam ke dalam lembaga tradisi Bone.

Peninggalan Kerajaan Bone adalah Alameng Tata Rapeng (senjata adat), La Makkawa (keris), La Salaga (tombak), La Teya Riduni (kalewang), Sembangengpulaweng (selempang emas), dan teddung pulaweng (payung emas).

10. Kerajaan Mataram Islam

Pada awalnya daerah mataram dikuasai kesultanan pajang sebagai balas jasa atas perjuangan dalam mengalahkan Arya Penangsang. Sultan Hadiwijaya menghadiahkan daerah mataram kepada Ki Ageng Pemanahan. Selanjutnya, oleh ki Ageng Pemanahan Mataram dibangun sebagai tempat permukiman baru dan persawahan.


Perebutan kekuasaan di dinasti Mataram terjadi, antara Pakubuwono II dan saudara tirinya Pangeran Mangubumi. Ketika Pakubuwono II digantikan putranya, Pakubuwono III, Mangkubumi juga mengangkat dirinya sebagai raja dan mendirikan pemerintahan tandingan di Yogyakarta. Karena kekuasaan Pangeran Mangkubumi bertambah besar, Belanda turun tangan menengahi pertikaian itu dengan jalan mengadakan Perjanjian Gijanti. Isinya, kerajaan Mataram dibagi menjadi dua wilayah, yaitu Kesunanan Surakarta dibawah pimpinan Pakubuwono III dan Kesultanan Yogyakarta dibawah Mangkubumi yang bergelar Hamengkubuwono I. Perjanjian Gijanti ditandatangani oleh kedua raja ini pada tahun 1755 dan pada tahun yang sama konstruksi kraton utama Yogyakarta, Ngayogyakarta Hadiningrat dibangun oleh Hamengkubuwono I.

Peninggalan Kerajaan Mataram Islam adalah Bangsal Duda, Gerbang makam Kota Gede, Istana Keraton Kaibon, Kalang Obong, Keratin surosowan, Kue Kipo, Masjid Agung Negara, Masjid Makam Kota Gede, Pertapaan Kembang Lampir, Rumah kalang, dan Segara Wana dan Syuh Brata.

Kamis, 05 Maret 2015

Perbedaan - Perbedaan Candi



Bagian dari Candi
Candi Jawa Tengah
Candi Jawa Timur
Bentuk bangunan
Cenderung melebar
Cenderung tinggi dan ramping
Atap
Jelas menunjukkan undakan, umumnya terdiri atas 3 tingkatan
Atapnya merupakan kesatuan tingkatan. Undakan-undakan kecil yang sangat banyak membentuk kesatuan atap yang melengkung halus. Atap ini menimbulkan ilusi perspektif sehingga bangunan berkesan lebih tinggi
Kemuncak atau mastaka
Stupa (candi Buddha), Ratna, Wajra, atau Lingga Semu (candi Hindu)
Kubus (kebanyakan candi Hindu), terkadang Dagoba yang berbentuk tabung (candi Buddha)
Gawang pintu dan hiasan relung
Gaya Kala-Makara; kepala Kala dengan mulut menganga tanpa rahang bawah terletak di atas pintu, terhubung dengan Makara ganda di masing-masing sisi pintu
Hanya kepala Kala tengah menyeringai lengkap dengan rahang bawah terletak di atas pintu, Makara tidak ada
Relief
Ukiran lebih tinggi dan menonjol dengan gambar bergaya naturalis
Ukiran lebih rendah (tipis) dan kurang menonjol, gambar bergaya seperti wayang Bali
Kaki
Undakan jelas, biasanya terdiri atas satu bagian kaki kecil dan satu bagian kaki lebih besar. Peralihan antara kaki dan tubuh jelas membentuk selasar keliling tubuh candi
Undakan kaki lebih banyak, terdiri atas beberapa bagian batur-batur yang membentuk kaki candi yang mengesankan ilusi perspektif agar bangunan terlihat lebih tinggi. Peralihan antara kaki dan tubuh lebih halus dengan selasar keliling tubuh candi lebih sempit
Tata letak dan lokasi candi utama
Mandala konsentris, simetris, formal; dengan candi utama terletak tepat di tengah halaman kompleks candi, dikelilingi jajaran candi-candi perwara yang lebih kecil dalam barisan yang rapi
Linear, asimetris, mengikuti topografi (penampang ketinggian) lokasi; dengan candi utama terletak di belakang, paling jauh dari pintu masuk, dan seringkali terletak di tanah yang paling tinggi dalam kompleks candi, candi perwara terletak di depan candi utama
Arah hadap bangunan
Kebanyakan menghadap ke timur
Kebanyakan menghadap ke barat
Bahan bangunan
Kebanyakan batu andesit
Kebanyakan bata merah









Perbedaan Candi Hindu dan Candi Budha
Candi Hindu
Candi Budha
1. Terdiri dari 3 bagian :
·    -Bhuloka(bagian bawah) : lambang kehidpan dunia
·    -Bhurvaloka(bagian tengah) : lambang alam penantian
·    -Svarloka(bagian atas) : kehidupan para dewa
1. Terdiri dari 3 bagian :
·    -Kamadhatu : lambang perjalanan hidup manusia
·     -Rupadhatu : gambaran hawa nafsu manusia
·     -Arupadhatu : kehidupan manusia yang sudah meninggal
2.  Candi Hindu pada umumnya punya bentuk yang lebih tinggi dan menjulang
2. Candi Budha punya tampilan yang agak datar
3.  Tidak akan menemukan stupa pada candi Hindu karena punya bentuk yang lancip pada bagian atas
3.  Terdapatnya stupa yang ada di bagian puncak atau tengah.
4.   Untuk Candi Hindu, hiasan arca yang digunakan adalah patu dewa Trimurti yaitu Brahma, Siwa dan Wisnu kemudian ditambah dengan Durgamashisasuramardini, Agastya dan Ganesha
4   Candi Budha arca yang dipasang terdiri dari beberapa kelompok yaitu kelompok Dyani Budha dan Dyani Bodhisatwa.


5   Candi Hindu lebih sering menggunakan relief untuk menggambarkan cerita Ramayana dan Krisnayana.
  5  Budha cerita yang ditampilkan adalah Lelitavistara dan Avadana atau Jataka. 
6   Candi Hindu juga sering dipakai sebagai tempat untuk memakamkan raja atau menyimpan abu pembakaran jenazah
6   Candi Budha hanya digunakan sebagai tempat atau sanggar untuk pemujaan kepada dewa-dewa saja.



Raja – Raja yang dimakamkan di candi

1. Raja Anusapati
Beliau adalah dari kerajaan Singosari. Beliau dimakamkan di Candi kidal yang terletak di Malang, Jawa Timur.

2. Raja Hayam Wuruk
Raja terbesar dari kerajaan Majapahit ini dimakamkan di salah satu candi yang berada di nganjuk yaitu Candi Ngetos

3. Raja Wishnuwardhana
raja dari kerajaan Singosari ini dimakamkan di Candi Jago di Malang

4. Ken Arok
Pendiri kerajaan Singosari ini di semayamkan di Candi Kagenengan.

5. Raden Wijaya
seorang pendiri kerajaan terbesar di nusantara ini yaitu kerajaan majapahit telah disemayamkan di sebuah candi yang bernama Candi Simping di Blitar

6. Kartanegara
Sorang raja dari kerajaan Singosari ini dimakamkan di Candi Singosari Malang